Warga keturunan Tionghoa di Bandung banyak yang cukup fasih berbahasa Sunda. Penggunaan bahasa Sunda ini tak hanya dilakukan mereka terhadap orang Sunda, tapi juga di antara sesama warga keturunan Tionghoa.
Alhasil, hal itu bisa menuai kekaguman tersendiri. Sebab, sebagian orang Sunda, terutama anak muda, justru mulai menanggalkan penggunaan bahasa Sunda. Sehingga, tak jarang sesama orang Sunda justru berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Jika tak percaya, salah satu contohnya, Anda bisa berkunjung ke kawasan Cibadak. Para pedagang atau pemilik pertokoan yang ada di sana kerap menggunakan bahasa Sunda dalam berkomunikasi dengan konsumen.
Perhatikan juga jika sesama orang keturunan Tionghoa berbincang. Pemandangan unik kerap tersaji karena mereka begitu fasih berbahasa Sunda. Mereka seolah punya kebanggaan tersendiri bisa berbicara bahasa Sunda.
Menurut warga keturunan Tionghoa, Asikin, penggunaan bahasa Sunda dalam keseharian warga keturunan Tionghoa di Bandung memang hal lumrah. Sebab, mereka berprinsip di mana mereka tinggal, maka harus mempelajari adat istiadat dan kebiasaan setempat.
“Kita itu harus menyesuaikan diri dengan tempat di mana kita tinggal,” kata Asikin.
Warga yang tinggal di kawasan Cigondewah itu mengatakan, sejak kecil banyak warga keturunan Tionghoa yang mempelajari bahasa daerah. Cara belajar paling efektif adalah mempraktikkannya dalam keseharian.
Sehingga, tak heran sesama warga Tionghoa kerap berbicara bahasa Sunda. Hal itu secara menjadi sarana mereka belajar dan mempraktikkan kemampuan berbahasa Sundanya. Sehingga, semakin hari mereka semakin terlatih dan fasih.
Bahkan, tak jarang warga Tionghoa punya kemampuan berbahasa Sunda yang lebih mumpuni lebih dari orang Sunda itu sendiri. Padahal, bahasa Sunda tergolong sulit dipelajari karena ada undak-usuk basa. Artinya, kata atau kalimat yang digunakan ketika berbincang dengan orang lebih muda, lebih tua, dan seumuran, akan berbeda penggunaan bahasanya.
“Kita kalau enggak praktik, susah (fasih). Makanya kita sering pakai bahasa Sunda itu dalam keseharian,” ungkap Asikin yang aktif sebagai pengurus Vihara Dharma Ramsi.
Warga keturunan Tionghoa di daerah lain juga biasanya mempelajari bahasa daerah setempat. Misalnya mereka yang tinggal di Jawa Tengah atau Jawa Timur, akan sebisa mungkin belajar dan menggunakan bahasa Jawa. Sebab, penggunaan bahasa daerah dirasa mempermudah kehidupan mereka, terutama ketika berkomunikasi dengan warga.